Ketika kami nanti tak mampu mewariskan harta yang berlimpah, semoga buku-buku ini akan menjadi warisan paling berharga bagimu, Anakku..
Buku, barangkali bukan hal istimewa bagi kita. Beli, Baca, Simpan. Begitulah perjalanan sebuah buku. Dan suatu saat ketika kita membutuhkan buku itu, entah siapa yang menyimpannya.
Saya dan istri saya mempunyai hobi yang sama, membaca. Belum sampai tahap tergila-gila tentunya. Dan dalam satu bulan belum tentu kami membeli buku, jadi buku kami jumlahnya tidak sampai ratusan. Namun buku yang sedikit ini sangat berharga bagi kami, karena itu sudah kami niatkan untuk menjadi warisan bagi anak cucu kami.
Jika dalam satu tahun kami membeli buku 20, maka dalam 30 tahun sisa hidup kami, kami insyaallah bisa memiliki 600 buku untuk anak kami kelak. Bagaimana jika kami bisa membeli 30 buku setahun, wow.. maka ketika umur kami menginjak 60, kami akan punya 1000 buku. Jika dinilai dengan uang, sungguh buku itu mungkin tidak ada lagi harganya, namun ilmunya (meskipun hanya sebuah novel) akan sangat begitu berharga.
Buku yang berceceran
Sejak dulu saya senang membeli dan membaca buku, sampai-sampai saya harus membayar cukup banyak waktu pindahan dari Balikpapan karena bagasi pesawat saya lebih dari 20 kg. Saya masih ingat waktu itu saya bawa 4 kerdus dan 2 tas, itupun sebagian barang-barang saya sudah saya pulangkan sebelum pindahan. Jangan dikira 4 kerdus itu buku semua, campur-campur.. namun tetap saja buku saya lumayan banyak. Dan pantang bagi saya untuk membuang buku.
Setelah pindah ke Jakarta, buku-buku itu masih saya simpan di rumah bapak ibuk saya di Jogja. Ada beberapa yang hilang karena dipinjam, dan sedihnya ada beberapa yang tidak kembali..
Dan mulai saat ini kami akan mengumpulkan kembali buku-buku saya dan istri saya yang berserakan, ada yang di Semin, ada yang di Ponjong, ada yang di Klaten, ada yang masih dipinjem, dan yang entah dimana..
Logo
Persiapan awal yang kami lakukan adalah membuat logo dan nama untuk perpustakaan keluarga. Sumpah, saya itu gak bisa design, jadi daripada pusing dan gak selesai-selesai, saya nyari logo di internet saja. Maaf kalau nyontek. Toh masalah logo nanti bisa diubah kalau dapat ide yang lebih bagus.Lantas, untuk nama kami sepakat Wahid & Ida Family Library. Tinggal pesen stempel saja.. hehe.. note : tinta stempel harus warna biru karena saya suka warna biru.
Tempat
Berhubung saya belum tahu sampai kapan kami akan hidup nomaden dan di rumah kontrakan kecil ini kami gak punya rak buku, akhirnya kami sepakat memanfaatkan container (kotak plastik yang banyak dijual di supermarket). Kenapa container? Karena rumah kami trocoh, dan bahaya kalau buku-buku sampai basah.
Kelak, ketika kami sudah punya rumah sendiri di Jogja, kami akan buat ruangan khusus sebagai perpustakaan.
Inilah langkah kecil kami untuk mewariskan ilmu kepada generasi kami selanjutnya..
Leave a Reply