“Saya sudah 24 tahun”, Itulah yang saya katakan pada diri saya ketika berada di dalam kereta api Senja Utama Yogyakarta yang akan membawa saya pulang kampung. Ada perasaan sedih karena saat ini saya jauh dari teman-teman. Dua tahun hidup di Balikpapan cukup untuk membuat saya merasa nyaman berada di sana, sehingga kadang saat ini saya merasa ada sesuatu yang hilang. Di sisi lain saya lebih bahagia karena ada seseorang yang senantiasa menanti saya di Yogyakarta, orang yang kelak akan menjadi pendamping hidup saya. Dan ini adalah hal yang paling berkesan bagi saya, karena selama 24 tahun saya hidup baru kali ini saya merayakan hari lahir saya bersama seseorang yang istimewa.
Kereta Senja berjalan dengan gagahnya, menembus malam seolah tak peduli betapa dinginnya malam ini. Saya masih duduk dengan tangan sedekap untuk menghangatkan badan sambil memandang gelapnya malam. Malam ini sungguh dingin sekali. Saya tidak peduli dengan orang yang duduk di sebelah saya, saya enggan bertegur sapa dengan penumpang lain di gerbong restorasi. Saya sebenarnya enggan duduk di sana, namun karena kursi sudah habis akhirnya saya membeli tiket kereta tanpa tempat duduk. Saya menikmati kesendirian ini, sambil sesekali berangan-angan ada ada orang yang saya cintai duduk di sebelah saya. Sungguh saya rindu, merindukanmu, merindukan kotamu, Yogyakarta. Aku ingin segera bertemu denganmu..
7 Agustus 2009
Tut tut tut… Kereta Senja telah sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta. Hari ini adalah 7 Agustus 2009. Hari ulang tahun saya. Dua puluh empat tahun yang lalu saya lahir di kota ini, di sebuah rumah sakit kecil di Kotagede. Dan hari ini saya kembali ke kotamu.. membawa segala rindu, cinta, semangat, harapan, dan impian yang tak akan pernah padam sampai kapanpun.
Saya berjalan keluar dari stasiun disambut matahari yang baru saja terbit dari ufuk timur. Betapa damainya pagi ini. Saya berharap sudah ada seseorang yang menanti saya di depan pintu gerbang, namun ternyata dia belum sampai. Saya menunggunya sambil memandang kendaraan yang lewat di Jalan P. Mangkubumi.
Usia 24. Kau pergunakan untuk apa saja hidupmu selama ini? Kemanakah engkau kan melangkah? Dua pertanyaan yang membuat saya merenung tentang masa lalu dan masa depan. “Saya hanya orang biasa, maka cita-cita saya hanya biasa”, demikian dalih saya ketika saya menyerah pada keadaan. Saya menganggap diri saya sebagai orang yang berkemampuan pas-pasan, padahal sebenarnya setiap manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Saya mengatakan itu karena saya minder dengan kawan-kawan saya yang punya impian setinggi langit, selalu optimis dengan dirinya, tidak pernah under estimate terhadap dirinya sendiri. Saya kalah sebelum bertanding. Saya terlalu khawatir dengan sesuatu yang sebenarnya tidak akan pernah terjadi. Saya menunjukkan eksistensi saya dengan cara sendiri. Saya meraih cita-cita saya melalui jalan yang saya pilih, saya terima segala konsekuensinya. Inilah saya.
Saya terbiasa menuliskan cita-cita saya. Apa yang saya alami dan saya capai hari ini adalah apa yang saya tulis 2 tahun yang lalu. Lantas apa yang sudah saya tuliskan saat ini tentang masa depan saya? 1. Menikah 2. Berbisnis. Bagaimana dengan kuliah? Hanya ada satu pilihan yaitu “There is no way back”, artinya saya harus tetap maju.
Menikah adalah kodrat kita sebagai manusia. Berbisnis (berusaha) adalah ikhtiar saya untuk menafkahi keluarga saya dengan rejeki yang halal.
Sebuah Suzuki Shogun warna biru mendekat dan berhenti di depan saya. Alhamdulillah. Kami berdua meninggalkan Stasiun Tugu Yogyakarta.
Aku telah kembali kepadamu.
Beberapa orang mewarnai hidup kita dan pergi diam-diam.
Beberapa yang lain tinggal di hati kita dan meninggalkan jejak yang mengubah hidup kita selama-lamanya.
With Love,
Wahid Hasan
Leave a Reply